F1 Beralih ke Bahan Bakar Sintetis, Wacana Kembalinya Mesin V10 Makin Menguat

MOTORESTO.ID, JAKARTA -- Formula 1 akan memasuki era baru mulai tahun 2026 dengan perubahan besar pada regulasi mesin. Salah satu langkah signifikan adalah penggunaan bahan bakar sintetis sepenuhnya, sebagai bagian dari upaya mencapai target netral karbon pada 2030.
Regulasi baru ini juga akan memperkenalkan pembagian tenaga yang lebih seimbang, dengan hampir 50% output berasal dari mesin pembakaran internal V6 dan 50% lainnya dari motor listrik MGU-K yang lebih bertenaga. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan ketergantungan pada energi listrik, sekaligus menarik lebih banyak pabrikan ke dalam kompetisi.
Wacana Mesin V10 Berbahan Bakar Berkelanjutan
Di tengah transisi ke teknologi hybrid yang lebih maju, muncul diskusi mengenai kemungkinan kembalinya mesin V10 dengan bahan bakar berkelanjutan. Presiden FIA, Mohammed Ben Sulayem, menyebut bahwa ini adalah sesuatu yang patut dipertimbangkan untuk masa depan.
"Kita harus mempertimbangkan berbagai arah, termasuk suara menderu V10 yang menggunakan bahan bakar ramah lingkungan," tulis Ben Sulayem di media sosialnya.
CEO F1, Stefano Domenicali, juga menyatakan bahwa alternatif selain unit tenaga hybrid perlu dieksplorasi. Menurutnya, jika bahan bakar berkelanjutan dapat mencapai target nol emisi, pengembangan mesin tidak harus terlalu rumit dan mahal.
"Jadi kami mungkin berpikir untuk kembali ke mesin yang jauh lebih ringan dan mungkin dengan suara yang bagus," ujar Domenicali dikutip dari Motorsport.com.
Kembalinya mesin V10 tentu memiliki daya tarik tersendiri bagi penggemar, terutama karena suaranya yang khas dan pengalaman balapan yang lebih emosional. Selain itu, dengan bahan bakar sintetis yang lebih ramah lingkungan, dampak negatif terhadap emisi karbon bisa dikurangi tanpa harus bergantung sepenuhnya pada elektrifikasi.
Namun, ada tantangan besar yang harus dihadapi. Mesin V10 cenderung lebih boros bahan bakar dibandingkan unit hybrid modern. Selain itu, pengembangan kembali mesin ini bisa memicu lonjakan biaya bagi tim dan pabrikan. Hal ini berpotensi bertolak belakang dengan tujuan F1 untuk mengontrol pengeluaran di tengah regulasi baru.
Meski begitu, diskusi ini masih berada dalam tahap awal. Keputusan mengenai regulasi pasca-2026 akan sangat bergantung pada arah industri otomotif serta kesiapan teknologi bahan bakar berkelanjutan dalam memenuhi standar kompetisi dan lingkungan.